Laporan Wartawan chicmagz.com Ika Nurul Syifaa
TRIBUNNEWS.COM - "Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa tapi saya berjanji akan menjadi suami yang ideal untuk Ainun," kata Habibie saat melamar Ainun di atas becak. Ini salah satu dialog di film Habibie dan Ainun.
Tidak ada kata-kata gombal atau pun rayuan kacangan dalam film berdurasi dua jam, yang mulai tayang di bioskop hari ini. Cerita dan dialognya begitu sederhana dan menyentuh. Bagaimana seorang Habibie yang jenius jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula.
Kehidupan perkawinan yang cukup berat karena kondisi keuangan yang sulit di negeri orang, dan berbagai rintangan lainnya dalam mewujudkan mimpi, tergambar jelas di film ini.
Klimaksnya adalah ketika Habibie harus rela melepaskan belahan jiwanya kembali ke pangkuan yang Maha Kuasa. Adegan ini sangat menguras air mata.
Lewat film yang diangkat dari buku laris berjudul Habibie dan Ainun ini, kita mendapat pelajaran penting, bahwa cinta abadi sejatinya adalah cinta yang tak pernah lekang oleh waktu, sesulit atau sebesar apa pun godaan yang mengadang. Terkadang cinta juga mesti dikesampingkan demi tujuan yang lebih besar.
Ainun Habibie Quotes
Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat by Andi Makmur Makka
20 ratings, 3.80 average rating, 3 reviews
buy a copy
Ainun Habibie Quotes (showing 1-5 of 5)
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin bagi saya untuk bekerja pada waktu itu. Namun, saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak? Seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu. (Ainun Habibie, Tahun-tahun Pertama)”
― A. Makmur Makka, dkk., Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat
“Waktu itu, saya kelas tiga SMA dan Ainun masih kelas dua SMA. Aiunun duduk-duduk bersama "gengnya" yang cantik-cantik. Entah bagaimana, saya tiba-tiba mendatangi "geng" itu, lalu berkata kepada Ainun, "Hey, kamu itu kenapa jelek ya? Hitam lagi." Lalu, saya pergi. Pasti Ainun saat itu jengkel sekali. Kenapa? Mungkin ia berpikir saya kurang ajar. Padahal mungkin secara tidak sadar, saya tertarik kepada Ainun, tetapi saya mengekspresikannya dengan cara lain karena saya tidak terlalu berani mengatakan kalau saya suka dia.”
― A. Makmur Makka, dkk., Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat
“Sebagai perempuan Indonesia yang lama tinggal di Jerman, mendiang Ibu Ainun merupakan inspirasi bagi saya, juga bagi banyak perempuan Indonesia di Eropa. Penampilannya sederhana namun sempurna. Mengurus rumah tangga sendiri, masak sendiri, mendorong suami berkarier, bahkan kadang menyopiri ke kantor, mengantar anak-anak sekolah, merawat ketika sakit, membesarkan mereka hingga mengantarkan mereka menjadi orang-orang sukses.”
― A. Makmur Makka, dkk., Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat
“Kami berdua suami istri dapat menghayati pikiran dan perasaan masing-masing tanpa bicara. Malah antara kami berdua terbentuk komunikasi tanpa bicara, semacam telepati. Tanpa diberi tahu sebelumnya, sering kali karena tidak sempat, kami masing-masing dengan sendirinya melakukan tepat sesuatu yang diinginkan yang lainnya. Saya membuat masakan yang persis suami saya butuhkan tetapi saya lupa untuk menitipkan padanya sewaktu berangkat pagi. Hidup berat, tetapi manis. (Ainun Habibie, Tahun-tahun Pertama)”
― A. Makmur Makka, dkk., Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan Di Mata Orang-Orang Terdekat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar